Sabtu, 25 Juni 2011

Dahulu

Dahulu… semua indah
Dahulu… ku menjadi bunga cintamu

Hari ini saat yang kunanti
Satu malam bertemu denganmu
Tiada pernah coba kau lupakan
Malam minggu bertemu dengamu


Dahulu… semua indah
Dahulu… terasa bergelora
Dahulu… hanya ada aku
Dahulu… ku menjadi bunga cintamu

Setiap kali selalu ku tanyakan
Ada siapa di hatiku selain dirimu
Aku bilang banyak kesibukan
Hingga kulewatkan hari - hari indah bersamamu



Tak mengerti
Kau bilang engkau selalu menjauh
Ku ingin tahu
Katakanlah sayang bila kau telah jemu



*Dahulu… semua indah
Dahulu… terasa bergelora
Dahulu… hanya ada aku
Dahulu… ku menjadi bunga cintamu
Semua indah dan bergelora engkau dan aku

KTP khusus Pidana Korupsi

Ketua Umum Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Hasanuddin Yusuf mengusulkan agar pada kartu tanda penduduk para mantan pelaku korupsi yang sudah menjalani hukuman penjara diberi kode khusus yang menunjukkan bahwa yang bersangkutan adalah eks koruptor (EK).

Usulan pemberian cap EK itu dimaksudkan untuk memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi yang tidak divonis hukuman mati oleh pengadilan. Pasalnya, hukuman mati bagi para koruptor belum pernah diterapkan selama ini di Indonesia.

Demikian disampaikan Hasanuddin Yusuf menjawab pers seusai menghadiri pembukaan acara Musyawarah Pimpinan Paripurna (MPP) KNPI di aula Istana Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (22/7) pagi. Acara MPP dibuka oleh Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla dan dihadiri antara lain oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Muhammad Lutfie serta staf Wapres.

"Selama ini hukuman mati bagi para pelaku korupsi tidak pernah dan sulit diterapkan di Indonesia. Oleh sebab itu, anggota KNPI dalam acara dialog korupsi pernah mengusulkan agar pemerintah memberikan cap EK bagi para koruptor yang tidak menjalani hukuman mati. Usulan ini memang kontroversial dan bisa dituduh melanggar hak asasi manusia (HAM), seperti ketika eks tahanan politik Gerakan 30 September/PKI diberi cap Eks Tapol (ET) di KTP-nya. Akan tetapi, jika kita bicara pemberantasan korupsi, apalagi yang diharapkan jika tidak memberikan efek jera dengan hukuman yang paling optimal dan sekeras-kerasnya selain hukuman mati," ujar Hasanuddin.

Menurut Hasanuddin, selama ini hukuman demi hukuman yang diterapkan hakim kepada para pelaku korupsi tidak pernah memberikan efek jera sehingga diusulkan agar upayanya dilakukan seperti ketika memperlakukan eks tahanan G30S/PKI. "Dengan diberi cap EK, orang akan benar malu berbuat korupsi lagi. Ini setimpal bagi koruptor yang tidak dihukum mati," tambah Hasanuddin.

Hasanuddin menambahkan, dirinya setuju jika pelaku korupsi dihukum mati seperti halnya di China. "Akan tetapi, kan hukuman selama ini tidak pernah menjangkau ke sana. Kalau perlu juga ketentuan hukumnya yang tidak mendukung hukuman mati diubah secara radikal. Apalagi korupsi sudah mengakar dan selalu terjadi berulang-ulang," kata Hasanuddin.

"Sejauh ini tidak ada cara lain yang bisa diterapkan agar efek jera benar-benar ampuh untuk atasi budaya korupsi di Indonesia, terkecuali hukuman mati dan EK," ujarnya.



Sumber : Kompas